.png&w=3840&q=75)
Mark Zuckerberg Bicara Blak-blakan: Instruksi Biden untuk Hapus Konten Facebook
Bogor, Bageur News – CEO Meta, Mark Zuckerberg, baru-baru ini mengungkap fakta mengejutkan tentang tekanan yang diterima perusahaannya dari pemerintah Amerika Serikat. Dalam sebuah wawancara eksklusif di podcast Joe Rogan Experience pada Jumat (10/1), Zuckerberg menuturkan bagaimana pejabat pemerintahan Presiden Joe Biden memberikan instruksi langsung kepada timnya untuk menghapus sejumlah konten tertentu dari platform Facebook.
"Pada dasarnya, orang-orang dari pemerintahan Biden akan menelepon tim kami, meneriaki mereka, dan bahkan mengumpat," ujar Zuckerberg, seperti yang dikutip dari NBC. Dia menambahkan bahwa ada momen di mana Facebook menolak permintaan pemerintah, terutama saat konten yang dimaksud tidak melanggar aturan platform.
"'Tidak, kami tidak akan menghapus hal-hal yang benar. Itu konyol,' itulah sikap kami saat itu," lanjut Zuckerberg.
Pernyataan Zuckerberg ini menyoroti konflik yang lebih luas antara pemerintah dan perusahaan teknologi raksasa terkait moderasi konten, khususnya selama masa pandemi Covid-19. Hingga berita ini diturunkan, Gedung Putih belum memberikan tanggapan resmi terkait pernyataan Zuckerberg dalam wawancara tersebut.
Tekanan Terkait Konten Covid-19
Bukan kali pertama Zuckerberg menyinggung soal intervensi dari pemerintah. Dalam sebuah surat resmi yang dikirim kepada Rep. Jim Jordan, Ketua Komite Kehakiman DPR dari Partai Republik, Zuckerberg mengklaim bahwa Gedung Putih "berulang kali menekan" Meta untuk menghapus konten Covid-19, termasuk konten yang berbentuk humor dan satir.
Menurut Zuckerberg, perusahaan kadang-kadang mengikuti permintaan tersebut, meskipun kini ada penyesalan atas beberapa keputusan yang telah diambil.
"Dengan melihat ke belakang dan memegang informasi baru, beberapa keputusan yang kami buat di masa lalu mungkin tidak akan kami lakukan lagi hari ini," ujar Zuckerberg dalam suratnya.
Di sisi lain, Gedung Putih memiliki pandangan berbeda. Dalam sebuah pernyataan yang pernah dirilis tahun lalu, pemerintah menyebutkan bahwa upaya mereka bertujuan untuk melindungi kesehatan publik di tengah krisis global.
"Ketika menghadapi pandemi yang mematikan, kami mendorong tindakan yang bertanggung jawab untuk melindungi kesehatan dan keselamatan masyarakat," kata pihak Gedung Putih. "Namun, kami juga menekankan bahwa perusahaan teknologi dan aktor swasta tetap bebas membuat pilihan independen terkait moderasi konten mereka."
Meme Leonardo DiCaprio Jadi Bukti Tekanan
Salah satu contoh permintaan kontroversial yang diungkap oleh Zuckerberg dalam wawancara tersebut adalah terkait sebuah meme populer yang menunjukkan aktor Leonardo DiCaprio sedang menunjuk ke layar TV. Meme itu digunakan untuk menyindir vaksin Covid-19 dan menyebutkan potensi gugatan hukum massal terkait vaksinasi.
Menurut Zuckerberg, pemerintah meminta Facebook untuk menghapus meme tersebut, tetapi Meta menolak dengan tegas.
"Mereka bilang, 'Tidak, Anda harus menghapusnya.' Namun kami menjawab, 'Tidak, kami tidak akan menghapus humor dan satir. Kami tidak akan menghapus hal-hal yang memang benar,'" tegasnya.
Menariknya, meme ini kini menjadi bukti penting dalam sebuah kasus yang diajukan ke Mahkamah Agung pada tahun 2023. Para anggota Kongres dari Partai Republik memasukkan meme tersebut dalam dokumen amicus brief, mendukung argumen bahwa pemerintah AS telah melanggar batas terkait kebebasan berekspresi di media sosial.
Batas Antara Kebebasan Ekspresi dan Moderasi Konten
Pernyataan Zuckerberg memunculkan kembali perdebatan penting tentang batas peran pemerintah dalam mengatur moderasi konten di platform media sosial. Di satu sisi, pemerintah memiliki kepentingan untuk melindungi rakyat dari informasi yang dianggap berbahaya. Namun, di sisi lain, platform teknologi seperti Facebook berpendapat bahwa mereka harus menjaga prinsip-prinsip kebebasan berbicara yang dijamin konstitusi.
Ketegangan antara pemerintah Biden dan Meta hanyalah bagian kecil dari lanskap yang lebih besar. Saat platform media sosial terus berkembang menjadi ruang publik digital utama, aturan main dalam moderasi konten tampaknya masih menjadi medan perdebatan yang akan berlangsung selama bertahun-tahun ke depan.